Sabtu, 26 Maret 2011

TUGAS TERSTRUKTUR
MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
“ Agroekosistem Kebun Campuran”





Disusun oleh :
Nama : Anggi Indah Yuliana
NIM : 0810480121
Kelas : C



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010

I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem terdiri dari empat sifat utama yaitu produktivitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan kemerataan (equitability). Untuk mencapai tujuannya, kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik agroekosistem meliputi ekosistem, ekonomi, sosial, dan teknologi yang digunakan dalam budidaya.
Salah satu agroekosistem yang ada, terutama dimanfaatkan dalam konservasi adalah sistem agroforestri. ICRAF, International Centre for Research in Agroforestry, memberi definisi tentang agroforestri sebagai suatu nama kolektif untuk sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pepohonan, perdu, palem, bambu, dsb) ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, dengan tujuan tertentu, dalam bentuk pengaturan ruang atau urutan waktu, dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan . Whitten et al (1999) dalam Irawanto (2008) menyatakan bahwa agroforestri, agroperhutanan atau wanatani merupakan sistem tata guna lahan yang sesuai dengan praktek-praktek budaya dan kondisi lingkungan setempat, yang tanaman semusim atau tahunan dapat dibudidayakan secara bersama-sama atau rotasi, bahkan kadang-kadang dalam beberapa lapisan sehingga memungkinkan produksi yang dilakukan terus menerus karena pengaruh peningkatan kondisi tanah dan iklim mikro yang tersedia di hutan.
Penerapan sistem penggunaan lahan dengan memasukkan komponen pepohonan atau agroforestri dapat memberikan beberapa keuntungan terhadap tanah. Menurut Young (1997) dalam Suprayogo (2003), ada empat keuntungan yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah: (1) memperbaiki kesuburan tanah, (2) menekan terjadinya erosi (3) mencegah perkembangan hama dan penyakit, (4) menekan populasi gulma.
Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri yang terdiri dari beragam jenis pohon dan tanaman semusim yang menciptakan suatu konfigurasi tajuk yang berlapis-lapis dan membentuk suatu ekosistem yang efisien dalam pemanfaatan ruang, unsur hara, air, energi dan waktu. Kebun campuran sebagai sebuah sistem produksi menghasilkan sumber makanan bagi manusia maupun ternak, sumber bahan bangunan dan sumber energi berupa kayu bakar. Keragaman hasil dari kebun campuran ini menunjukkan produksi total relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya tanaman monokultur.
Dalam kesempatan kali ini, akan dibahas tentang kondisi agroekosistem kebun campuran di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang dimasukkan dalam kategori agroekosistem yang sehat.

1.2 Tujuan
• Mengetahui agroekosistem, agroforestri, dan kebun campuran.
• Mengetahui indikator kualitas dalam agroekosistem kebun campuran.
• Mengetahui manajemen dalam mengelola kebun campuran.


II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak (Saragih, 2000).
Agroekosistem dapat dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan pertanian. Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006). Dalam mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung dari alam, ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah keseimbangan alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002). Komponen Agroekosistem adalah : Petani., Lahan – tanaman, .Ternak. dan Manajemen/teknologi. Kepentingan pendekatan agroekosistem adalah : 1) Keterpaduan komponen AES untuk kepentingan ekonomis, 2) Keterpaduan komoditas untuk proses produksi hulu ke hilir 3) Keterpaduan wilayah untuk kelestarian lingkungan hidup / sumberdaya alam.
2.2 Agroforestri
ICRAF, International Centre for Research in Agroforestry, memberi definisi tentang agroforestri sebagai suatu nama kolektif untuk sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pepohonan, perdu, palem, bambu, dsb) ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, dengan tujuan tertentu, dalam bentuk pengaturan ruang atau urutan waktu, dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan . Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997) dalam Irwanto, 2008, agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks.
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar. Ciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforestri (Icraf dalam Irwanto, 2008).
Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayursayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.
2.3 Kebun Campuran
Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri yang terdiri dari beragam jenis pohon dan tanaman semusim yang menciptakan suatu konfigurasi tajuk yang berlapis-lapis dan membentuk suatu ekosistem yang efisien dalam pemanfaatan ruang, unsur hara, air, energi dan waktu. Kebun campuran sebagai sebuah sistem produksi menghasilkan sumber makanan bagi manusia maupun ternak, sumber bahan bangunan dan sumber energi berupa kayu bakar. Keragaman hasil dari kebun campuran ini menunjukkan produksi total relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya tanaman monokultur.
Kebun campuran dan praktek-praktek agroforestri lainnya telah lama hidup dan berkembang di pedesaan. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan di pedesaan yang berbasis pertanian. Kebun campuran merupakan strategi pertanian yang cocok di daerah atas lahan kering. Hasil dari kebun campuran merupakan sumber pendapatan bagi rumah tangga. Selain itu kebun campuran juga tidak dipungkiri mampu berperan dalam konservasi tanah dan air. Peran ini muncul karena keberadaan unsur pepohonan dan vegetasi lainnya melalui mekanisme intersepsi air hujan, mengurangi daya pukul air tanah, infiltrasi air dan serapan air. Peran kebun campuran khususnya dan sistem agroforestri umumnya dalam konservasi tanah dan air ini akan semakin baik dengan semakin tingginya densitas tutupan kanopi tanaman. Selain peran agroforestri dalam konservasi tanah dan air, agroforestri juga diakui berperan dalam konservasi biologi dan iklim mikro.

III
PEMBAHASAN
3.1 Kondisi kebun campuran di Karacak
Lokasi kebun campuran di Karacak umumnya jauh dari rumah namun ada pula lokasi kebun yang berada di pekarangan rumah. Kebun yang berada di pekarangan rumah ini sebenarnya keberadaannya lebih awal dari rumahnya itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pemukiman dipenuhi dari area kebun.
Kondisi kebun yang tegakannya sangat rapat menyebabkan sinar matahari tidak dapat menyentuh lantai kebun sehingga tidak ada satu tanamanpun yang tumbuh. Lantai kebun hanya dipenuhi dengan serasah dedaunan. Namun pada kondisi kebun yang tegakannya tidak terlalu rapat masih ada cahaya matahari yang menyentuh lantai kebun dan di bawahnya biasanya ditanami dengan tanaman pertanian.
3.2 Komponen Kebun
• Tanaman Pertanian
Tanaman pertanian tidak pernah dominan dalam kebun campuran di Karacak. Tanaman ini ada pada tegakan yang masih muda atau pada tegakan yang tidak rapat dimana cahaya matahari masih masuk ke dalam kebun. Talas belitung, pisang, ubi kayu merupakan komponen tanaman pertanian yang hasilnya tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri akan tetapi juga dijual baik dalam bentuk bahan mentah maupun produk makanan berupa keripik.
Jenis tanaman pertanian yang diusahakan pada kebun yang dekat dengan sumber air atau memiliki akses mudah mendapatkan air antara lain kacang panjang, jagung, bayam, dan mentimun. Hasil tanaman ini biasanya untuk dijual. Jenis kapol saat ini juga mulai dicoba oleh sebagian kecil petani ditanam dalam kebun.
• Tanaman tahunan
Tanaman tahunan yang terdapat dalam kebun adalah pohon-pohon penghasil buah dan pohon-pohon penghasil kayu. Jenis-jenis pohon penghasil buah diantaranya manggis, durian, melinjo, cempedak, petai, jengkol, nangka, rambutan, cempedak, kemang, kuweni, limus, duku, kupa, buni dan kecapi. Jenis-jenis penghasil kayu seperti manii, puspa dan mahoni. Khusus jenis mahoni mulai ditanam saat ada program Gerhan masuk ke Desa Karacak 1 tahun yang lalu.
Kebun campuran didominasi oleh jenis-jenis tertentu. Urutan dominansi jenis yang pertama adalah manggis, kedua jenis durian dan ketiga jenis melinjo. Berikut karakteristik 3 jenis pohon yang dominan dalam kebun campuran di Karacak :
1. Manggis
Pohon manggis yang ada di Karacak berasal dari Desa Barengkok, desa tetangga Karacak yang berada di bagian utara desa. Tinggi pohon bisa mencapai hingga 15 meter. Karakter tinggi seperti itu menjadikan manggis menempati lapisan tajuk kedua bersama dengan jenis-jenis lainnya. Persiangan tajuk dalam memanfaatkan ruang tumbuh dan berkembang pada lapisan tajuk kedua seringkali terjadi karena banyak jenis didalamnya.
Pohon manggis umumnya mulai berbuah pada umur 10 tahun. Ada manggis yang terus berbuah hingga lebih dari 100 tahun. Satu pohon manggis yang produktif dan sehat bisa menghasilkan buah manggis 20 – 50 kg, khusus manggis yang telah tua namun tetap produktif bisa mencapai 100 kg buah. Pemanenan buah manggis dilakukan di atas atau di bawah pohon tergantung lokasi buahnya. Terkadang menggunakan galah untuk posisi manggis yang sulit dijangkau tangan. Buah manggis tidak boleh jatuh karena buah yang jatuh lama-kelamaan akan menjadi keras sehingga tidak bisa dimakan apalagi untuk dijual.
Struktur kayu manggis sangat keras sehingga sangat sulit untuk digergaji. Untuk saat ini kayu manggis tidak dimanfaatkan, namun kita tidak pernah tahu kondisi hari esok.
2. Durian
Pohon durian dalam kebun campuran yang telah dewasa nampak dari kejauhan menempati lapisan tajuk pepohonan paling atas. Tinggi pohon bisa mencapai hingga 40 meter. Dengan karakter pohon yang tinggi ini pohon durian cenderung “ bersahabat “ dengan jenis yang lain karena tidak terjadi persaingan dalam tajuk. Namun tidak jarang pohon durian terkena petir akibat pohon yang menjulang tinggi ini.
Pohon durian mulai berbuah pada umur 10-15 tahun hingga lebih dari 100 tahun. Satu pohon durian yang produktif dan sehat bisa menghasilkan buah durian hingga 500 buah. Buah durian digemari banyak orang dari dulu hingga sekarang.
3. Melinjo
Melinjo biasanya menempati lapisan tajuk kedua bersama dengan manggis dan jenis lainnya. Tinggi pohon bisa mencapai hingga 20-25 meter. Pohon melinjo mulai berbuah pada umur 8-10 tahun. Biasanya melinjo berbuah dalam jangka waktu 3 hingga 4 bulan lamanya. Dalam satu tahun melinjo dapat berbuah 2 hingga 3 kali. Dalam satu kali pemanenan produksi buah 1 pohon melinjo bisa mencapai 30 kg dengan kisaran harga Rp 2.000 – 2.500.



3.3 Peran Konservasi : Dulu Lahan Kritis Sekarang Kebun Campuran
Histori kebun campuran yang dikelola oleh penduduk lokal Karacak tidak terlepas dari histori pemilikan lahan dan upaya konservasi lahan kering daerah atas. Kondisi awal lahan kebun berupa lahan kosong yang kritis, tidak ada tanaman apapun yang tumbuh di atasnya. Informasi yang diperoleh saat eksplorasi menyebutkan bahwa pada dataran yang lebih tinggi atau lahan kering daerah atas dahulu dikelola dengan usaha perkebunan teh pada masa kolonialisme Belanda. Namun ketika Belanda meninggalkan Indonesia maka perkebunan teh tersebut tidak terpelihara lagi dan yang tertinggal adalah akar-akar teh dan lahan tampak tandus dan sangat kritis.
Pemerintah Indonesia melakukan pentertiban lahan khususnya lahan yang belum jelas status kepemilikannya seperti lahan-lahan bekas perkebunan yang dikelola Belanda sebelumnya pada tahun 1960-an. Penertiban kepemilikan lahan dilakukan secara bertahap.
Ngelasir sebagai tahap awal dilakukan untuk memberi batas wilayah yang akan ditetapkan kepemilikannya. Penduduk beramai-ramai disertai aparat desa dan kecamatan menelusuri wilayah desa untuk selanjutnya tanah-tanah gege dikelompokkan ke dalam blok-blok dengan pembatas blok berupa batas alam seperti kali, sungai, jalan setapak. Blok-blok yang sudah dibentuk diberi nama ada blok Salam, blok Pemandangan, blok Tikur, blok Peundeuy, blok Tepis dan lainnya. Ngerincik merupakan tahap lanjutan. Kegiatan pada tahap ngerincik berupa pemberian tanda batas blok dengan menggunakan tambang atau rantai (rincik artinya rantai). Areal lahan yang sudah di-rincik lalu disepakati siapa yang memiliki atau berniat memiliki lahan tersebut untuk selanjutnya dikelola. Lahan-lahan yang relatif subur lebih awal diakui kepemilikannya.
Lahan-lahan yang sudah jelas kepemilikannya baik lahan yang subur maupun lahan kritis selanjutnya dikelola penduduk lokal. Tindakan petani ketika akan mengolah lahan khususnya lahan kritis atau tanah merah diawali dengan tindakan menyiapkan lahan agar siap ditanami. Kondisi lahan kritis yang umumnya berada pada daerah yang miring telah mendorong sebagian besar tanah berpindah dari bagian atas ke bagian bawah atau lembah ketika hujan tiba. Lalu teras-teras dibuat petani sebagai solusi untuk mengantisipasi erosi tanah yang potensial terjadi. Pepohonan yang daunnya relatif mudah lapuk seperti sengon dan kecapi ditanam di bagian ujung teras untuk mengikat tanah-tanah pada tebing. agar tidak runtuh. Selain itu serasah dari dedaunan yang mudah lapuk ini akan cepat memperbaiki kondisi tanah kritis yang miskin hara. Areal lahan kritis akhirnya berubah menjadi areal hijau yang membentuk sebuah ekosistem baru yang kini menjadi bagian dari sistem kehidupan di pedesaan.
Histori telah mengungkap bahwa kebun campuran pada awalnya dikembangkan dalam konteks konservasi lahan kritis. Upaya memanfaatkan sekaligus menyelamatkan lahan kritis ini menjadi kebun campuran merupakan suatu pembelajaran yang perlu untuk diketahui generasi penerus. Sebidang tanah merah milik desa sengaja dipertahankan hingga saat ini sebagai bukti sejarah konservasi tanah dan air sekaligus pemanfaatan lahan kritis.

Gambar 1. Perkembangan kebun campuran

3.4 Indikator Kualitas Agroekosistem
• Kandungan bahan organik tanah tinggi
Pepohonan, tanaman semusim (bila ada) dan gulma dalam kebun campuran memberikan masukan bahan organik sepanjang tahun melalui daun, ranting dan cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah, yang selanjutnya bagian tanaman yang telah mati ini disebut dengan seresah (litter). Di bagian bawah (dalam tanah), pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar yang telah mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar. Bahan organik sebagian besar (45%) tersusun oleh karbon (C), maka untuk menyatakan kandungan bahan organik tanah biasanya dinyatakan dengan kandungan total C (-C-organik).
Bahan organik tanah berperanan sangat penting dalam kesuburan tanah, baik sifat kimia, fisika maupun biologi tanah. Dari segi kimia, BOT berperanan penting dalam menambah unsur hara dan meningkatkan kapasitas tukar kation (penyangga hara = buffer). Meningkatnya kapasitas tukar kation tanah ini dapat mengurangi kehilangan unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan, atau dari hasil mineralisasi BOT, sehingga BOT dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.
Dari segi fisika tanah, tingginya kandungan BOT dapat mempertahankan kualitas sifat fisik tanah sehingga membantu perkembangan akar tanaman dan kelancaran siklus air tanah antara lain melalui pembentukan pori tanah dan kemantapan agregat tanah. Dengan demikian jumlah air hujan yang dapat masuk ke dalam tanah (infiltrasi) semakin meningkat sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi. Selain itu bahan organik mampu mengikat air dalam jumlah besar, sehingga dapat mengurangi jumlah air yang hilang.
Dari segi biologi tanah, bahan organik tanah juga memberikan manfaat biologi melalui penyediaaan energi bagi berlangsungnya aktivitas organisme, sehingga meningkatkan kegiatan organisme mikro maupun makro di dalam tanah.

• Kehilangan hara berkurang
Di daerah tropik basah terutama daerah dengan curah hujan tinggi, unsur hara tidak dapat terambil oleh tanaman akan tetapi hanyut ke lapisan tanah bawah. Dengan kebun campuran kehilangan hara ini diharapkan dapat diperkecil, karena adanya akar pepohonan yang umumnya tumbuh lebih dalam dapat menyerap unsur hara yang hanyut tersebut. Semakin dalam dan berkembang perakaran pohon tersebut semakin banyak unsur hara yang dapat diselamatkan, sehingga akar pepohonan ini menyerupai jaring yang akan menangkap unsur hara yang mengalir ke lapisan bawah, fungsi ini dinamakan sebagai "jaring penyelamat hara".
• Sifat fisik tanah semakin baik
Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah serta penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang demikian ini sangat sesuai untuk kegiatan dan perkembangbiakan organisme. Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena ketersediaan bahan organik sebagai sumber energi cukup terjamin. Kegiatan organisme dalam tanah berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopores) dan pemantapan agregat. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah.
Perbaikan kondisi fisik tanah ini akan mendorong pertumbuhan akar tanaman, sehingga limpasan permukaan dan erosi dapat ditekan. Selain itu, akar pepohonan yang telah mati akan meninggalkan liang yang bermanfaat untuk perbaikan pertumbuhan akar tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.

3.5 Manajemen Agroekosistem Kebun Campuran
Kebun campuran umumnya berlokasi di lahan kering daerah atas atau daerah perbukitan di wilayah Karacak. Kebun campuran tersebut ditumbuhi dengan pepohonan. Mengapa kebun campuran dengan pepohonan yang dipilih penduduk lokal untuk pemanfaatan lahan kering bagian atas ? Padahal pepohonan baik pohon penghasil buah maupun kayu membutuhkan waktu yang bertahun-tahun untuk dapat diperoleh hasilnya. Hal ini berbeda dengan tanaman semusim atau tanaman yang cepat menghasilkan yang dalam jangka pendek dapat berproduksi dengan waktu produksinya dapat diatur.
Budidaya tanaman semusim atau tanaman lain yang cepat menghasilkan umumnya dikelola lebih intensif dibandingkan dengan kebun campuran. Hal itu berarti bahwa input produksi seperti tenaga kerja dan modal harus dikeluarkan lebih banyak untuk mengelola tanaman yang cepat menghasilkan. Selain itu tanaman yang cepat menghasilkan memiliki keterbatasan masa produksi sehingga setiap saat tanaman tersebut harus diganti dengan tanaman yang baru agar diperoleh hasil.
Kebun campuran berbeda dengan budidaya tanaman cepat menghasilkan. Pengorbanan tenaga kerja dan modalnya hanya dikeluarkan saat penanaman. Pemeliharan kebun campuran tidak intensif dan masa produksinya relatif panjang hingga ratusan tahun.
Kebun campuran tradisional umumnya memiliki pola tanam yang tidak teratur khususnya dalam jarak tanam antar satu pohon dengan lainnya. Kondisi tegakan yang terdiri dari beragam jenis pohon dan jarak tanam yang tidak teratur menampakan profile kebun campuran seperti hutan alam.
Dalam sistem pertanian campuran, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan secara langsung, misalnya melalui efek allelophathy, jarang dijumpai di lapangan. Hambatan tidak langsung dapat melalui berkurangnya intensitas cahaya karena naungan pohon, atau menipisnya ketersediaan hara dan air karena dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang berdampingan. Tanaman kadang-kadang mempengaruhi tanaman lain melalui ‘partai ketiga’ yaitu bila tanaman tersebut dapat menjadi inang bagi hama atau penyakit bagi tanaman lainnya
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan pengaruh merugikan dari pohon, antara lain adalah:
• Mengatur tajuk pohon
Tinggi tanaman semusim biasanya lebih rendah daripada pohon. Hal ini menyebabkan pohon dapat menciptakan naungan, sehingga menurunkan jumlah cahaya yang dapat dipergunakan tanaman semusim untuk pertumbuhannya. Untuk mengurangi pengaruh merugikan pohon terhadap tanaman semusim tersebut, petani biasanya mengatur jarak tanam sekaligus melakukan pemangkasan beberapa cabang pohon.
• Mengatur pertumbuhan akar
Dalam melakukan pemangkasan cabang pohon, ada dua hal yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah tinggi pangkasan dari permukaan tanah dan frekuensi pemangkasan. Tinggi pangkasan batang yang terlalu dekat dengan permukaan tanah akan mendorong terbentuknya akar-akar halus pada tanah lapisan atas, sehingga peluang untuk terjadinya kompetisi akan air dan hara dengan tanaman semusim menjadi lebih besar. Hal yang sama juga akan terjadi bila frekuensi pemangkasan tinggi. Dangkalnya sistem perakaran pohon sebagai akibat pengelolaan pohon yang kurang tepat ini juga akan merugikan pertumbuhan pohon itu sendiri. Perakaran yang dangkal mengakibatkan pohon menjadi kurang tahan terhadap kekeringan pada musim kemarau.

IV
KESIMPULAN

• Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan atau sandang.
• Agroforestri merupakan sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, dengan tujuan tertentu.
• Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri yang terdiri dari beragam jenis pohon dan tanaman semusim yang menciptakan suatu konfigurasi tajuk yang berlapis-lapis dan membentuk suatu ekosistem yang efisien.
• Komponen kebun campuran meliputi tanaman pertanian dan tanaman tahunan.
• Indikator dalam kesehatan agroekosistem kebun campuran antara lain kandungan bahan organik tanah tinggi, kehilangan hara berkurang, dan sifat fisik tanah semakin baik.
• Cara untuk memanajemen kebun campuran dalam rangka mengurangi tingkat persaingan antar tanaman adalah mengurangi tajuk pohon, dan mengatur pertumbuhan akar.



DAFTAR PUSTAKA


Irwanto, 2008. Peningkatan Produktivitas Lahan dengan Sistem Agroforestri. www.irwantoshut.com. Diakses tanggal 19 Mei 2010
Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor Indonesia, Jakarta.
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk.2003. Peran Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar