Sabtu, 26 Maret 2011

PENDAHULUAN
Praktek pengelolaan DAS dan penerapan tata guna lahan yang tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana dengan baik, salah satunya dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi dan sedimentasi. Erosi adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi (pengendapan) adalah proses terangkutnya/ terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989). Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar muara sungai) yang berupa hasil sedimen.
DAS Cimanuk meliputi areal seluas 3.584 km2 mencakup wilayah Kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka, dan Indramayu. Luas lahan kritis di DAS Cimanuk mencapai 131.384 hektar atau sekitar 36,6% dari luas DAS dengan rasio debit di sungai Cimanuk mencapai 251. Rusaknya DAS Cimanuk tidak terlepas dari aksi perambahan hutan yang menyebabkan daya serap air hanya berkisar 30 persen saja, akibatnya ketika musim kemarau Sungai Cimanuk tidak luput dari kekeringan.
Kontinuitas sumber daya air yang mengalir melalui Sungai Cimanuk baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat tergantung daerah hulunya. Oleh karena itu berbagai aktifitas masyarakat baik itu aktifitas ekonomi ataupun aktifitas lainnya yang mengganggu keberadaan hulu DAS Cimanuk harus segera ditangani. Lahan kritis khususnya yang berada di kawasan hulu disebabkan oleh banyak hal yang antara lain adalah perambahan hutan, penambangan liar dan kegiatan pertanian ataupun perkebunan yang tidak berwawasan konservasi.
Salah satu tanaman adalah akar wangi yang menjadi andalan ekonomi masyarakat yang ironisnya pembudidayaannya menyebabkan sedimentasi yang tinggi. Karena keberadaannya menjadi andalan dan sudah berlangsung lama, maka sulit untuk dialihkan/dirubah. Hal tersebut terjadi karena salah satunya disebabkan adanya keterdesakan akan pemenuhan kebutuhan (ekonomi) maupun rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dalam melakukan aktifitas pertanian maupun perkebunan.
Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan agar masyarakat sadar mengenai kritisnya lahan di hulu DAS Cimanuk serta tindakan konservasi apa yang sebaiknya diterapkan dalam menanggulangi masalah tersebut.






KHARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN LAHAN


KHARAKTERISTIK LAHAN

Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung berada dalam pengelolaan Balai Besar Cimanuk Cisanggarung. Secara administratif Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung terletak di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, secara astronomis terletak pada 107010” BT– 109000” BT dan 6000” LS – 7030”LS dengan luas 7711 km2.
Salah satu DAS yang ada di wilayah sungai Cimanuk Cisanggarung adalah DAS Cimanuk. DAS Cimanuk merupakan satu kesatuan aliran sungai Cimanuk yang terdiri dari 5 Kabupaten yakni Garut, Sumedang Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Sungai Cimanuk berhulu di kaki Gunung Papandayan di Kabupaten Garut pada ketinggian +1200 diatas permukaan laut (dpl), mengalir kearah timur laut sepanjang 180 km dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu.
Keadaan topografi DAS Cimanuk beragam, pada bagian hulu cenderung berbukit dan permukaan membentuk lereng, pada bagian tengah didominasi oleh daerah sedikit bergelombang sedangkan pada bagian hilir merupakan daerah datar.
Kondisi Daerah Aliran Sungai (WS) Cimanuk di masa lalu berbeda dengan di masa sekarang, dan akan sangat berbeda di masa yang akan datang, terutama oleh sebab aktivitas masyarakat yang pesat. Masalah kekeringan di musim kemarau yang melanda daerah Pantura, banjir di musim hujan akibat luapan sungai-sungai Cipanas dan Tanjung Kulon, erosi lateral yang menyebabkan tanggul-tanggul kritis, ancaman bencana tanah longsor di daerah ketinggian terutama di Kabupaten Garut, intrusi air laut dan sedimentasi di muara sungai serta abrasi yang merusak lingkungan pantai, semuanya itu merupakan gambaran umum DAS Cimanuk saat ini.
Usaha sayuran maupun akar wangi serta penambangan pasir merupakan kegiatan ekonomi yang telah menyumbang terjadinya sedimentasi yang tinggi di DAS Cimanuk. Hal tersebut dikarenakan pembudidayaan sayuran dan akar wangi yang tidak mengindahkan kaidah konservasi.
Dalam budidaya sayuran, petani umumnya tidak menerapkan teknik konservasi tanah untuk mengendalikan erosi, padahal sayuran terletak pada topografi dengan bentuk wilayah bergelombang, berbukit sampai bergunung, sehingga tanahnya akan sangat mudah tererosi. Indikasi terjadinya erosi pada lahan sayuran dataran tinggi adalah besarnya kandungan sedimen tanah dalam air sungai yang senantiasa keruh sepanjang tahun.





Begitu pula dengan budidaya akar wangi yang banyak ditanam di kemiringan 40 derajat untuk mengurangi kandungan air dalam akar wangi yang dipanen. Pembudidayaannya telah menyebabkan sediment dan erosi karena hasil panen yang berupa akar secara langsung akan mempengaruhi kondisi permukaan tanah menjadi labil dan rawan longsor dan erosi. Selain masalah akar wangi, penambangan galian C (pasir) juga sangat merusak lingkungan karena dilakukan dengan mengupas tanah permukaan.
Beberapa penyebab tidak dijumpainya teknik konservasi tanah pada budidaya sayuran erat kaitannya dengan permasalahan teknis maupun sosial di lingkungan masyarakat petani sayuran. Mereka cukup mengerti bahwa tanpa teknik konservasi tanah, banyak tanah yang hanyut tererosi dari lahan usaha taninya. Selain jenis-jenis tanaman sayuran umumnya berumur pendek, Penerapan teknik konservasi dianggap membutuhkan waktu yang cukup lama. Para petani sayuran umumnya enggan menerapkan teknik konservasi tanah karena tidak segera memberikan keuntungan langsung bagi mereka.
Berdasarkan pengalaman dan wawancara dengan petani, terdapat dua hal pokok yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan usaha taninya :
a. Bedengan atau guludan yang dibuat memotong lereng atau searah kontur sulit dan berat dalam mengerjakannya, serta memerlukan waktu yang lebih lama.
b. Bedengan atau guludan searah kontur dianggap dapat menyebabkan terjadinya genangan air setelah hujan pada saluran-saluran diantara bedengan atau antar guludan, walaupun untuk sementara waktu. Dalam kondisi demikian masih mungkin terjadi rembesan air secara horizontal ke dalam tanah di dalam bedengan sehingga kadar air atau kelembaban tanah di dalam bedengan meningkat sehingga drainase tanah memburuk. Keadaan seperti ini merupakan media yang baik bagi berjangkit dan berkembangnya penyakit tanaman, terutama cendawan atau jamur yang dapat menyebabkan busuk akar atau umbi (Sutapraja dan Ashandi, 1998 dalam Karim, 2010 ).


Gambar 3. kegiatan pertanian
yang tidak berwawasan koservasi
(sistem vertikal)


STRATEGI KONSERVASI LAHAN

Kondisi lahan kritis di DAS Cimanuk dari hulu hingga hilir adalah mencapai 131.384 hektar atau sekitar 36,6% dari luas DAS. Dari 11 titik, ada tiga lokasi yang mengalami kerusakan terparah hingga diatas 35 %. Disebabkan oleh luasan lahan kritis tersebut, saat ini berdasarkan berbagai informasi diperkirakan besaran sedimentasi di DAS Cimanuk adalah sekitar 260mtr/detk atau 120 mm/thn atau 8 juta ton/tahun (20 juta ton/ha/tahun)2. Kondisi ini sudah sangat jauh melampaui ambang batas sedimentasi yang hanya 1,2 mm/th.
Tiga lokasi yang mengalami kerusakan terparah adalah di daerah Cimanuk Hulu yang lahan kritisnya sampai 8.057 ha atau 50% dari daerah tangkapan air. Yang kedua di sepanjang DAS Cikamiri- Ciroyom sekitar 3.572 ha atau 35 %. Kedua sungai tersebut berada di Kabupaten Garut dan yang ketiga sepanjang DAS Cialing-Cicacaban 6.618 ha atau 46 % yang berada di di Kabupaten Sumedang.
Tindakan utama untuk menyelamatkan DAS Cimanuk ada dua, yaitu secara mekanis dan vegetatif.
A. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran permukaan dan erosi, metode vegetatif adalah sebagai berikut:
1. Penanaman dalam strip (strip cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistim ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman.
Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu:
a. penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat,
b. penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng
c. penanaman dalam strip berpenyangga berupa stripstrip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut kontur.



2. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan
Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa
organik yang penting dalam pembentukan tanah.
3. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman adalah sisitem bercocok tanam secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan kesuburan selain mampu mencegah erosi.
4. Tanaman penutup tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah. Tanaman penutup tanah berperan:
• menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,
• menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan
• melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat:
• mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji,
• mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi,
• tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
• toleransi terhadap pemangkasan,
• resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
• mampu menekan pertumbuhan gulma,
• mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya
• sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
• tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.

Jenis tanaman penutup yang bisa digunakan untuk kegiatan konservasi DAS Cimanuk antara lain:
• Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau menjalar. Digunakan untuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoides L (babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan), Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah).

Gambar 6. Jenis-jenis tanaman penutup tanah rendah
• Tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung. Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcata dan Leucaena glauca, Albizia procera Benth, Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa apus (bambu apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.

Gambar 7. Jenis-jenis tanaman penutup tanah tinggi

5. Sistem pertanian hutan
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistim usaha tani atau penggunaan tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah.
Berbagai sistim pertanian hutan ini antara lain:
a. Kebun pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta obat-obatan sepanjang tahun.
b. Talun kebun
Talun kebun adalah suatu sistim pertanian hutan tradisional dimana sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talun kebun adalah:
• Produksi subsistem karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
• produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah,
• sumber genetik dan konservasi tanah dan
• kebutuhan sosial seperti penyediaan kayu bakar bagi penduduk desa.
c. Tumpang sari
Tumpang sari adalah sistim perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohopohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun mereka dipindah ke tempat baru.


B. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik adalah :
1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
2. Pengolahan tanah menurut kontur
Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut garis kontur. Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk:
a. Guludan dan guludan bersaluran
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 – 30 cm dengan lebar dasar sekitar 30 – 40 cm. Jarak antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan. Semakin curam lereng, semakin pendek jarak guludan; semakin peka tanah terhadap erosi semakin pendek jarak lereng; dan semakin tinggi erosivitas hujan, semakin pendek jarak lereng.
Untuk tanah dengan kepekaan erosinya rendah, guludan dapat diterapkan pada tanah dengan kemiringan sampai 8 %.. Guludan dapat diperkuat dengan menanam rumput atau tanaman perdu.

Gambar 7. Sketsa Penampang Guludan dan Guludan Bersaluran

Pada lereng yang lebih curam dari 8 % atau tanah yang lebih peka erosi, guludan mungkin tidak akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Dalam keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu metode bersaluran. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Pada guludan bersaluran di sebelah atas sejajar dengan guludan dibuat saluran, seperti tertera pada Gambar 1 (b). Ukuran guludan pada guludan bersaluran sama seperti guludan biasa, sedangkan kedalaman saluran adalah 25 sampai 40 cm dengan lebar 30 cm.
Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohonan yang tidak begitu tinggi dan tidak rindang. Guludan bersaluran dapat dibuat pada lereng sampai 12%. Guludan bersaluran pada tanah permeabilitasnya tinggi dapat dibuat tepat menurut garis kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan bersaluran dibuat berlereng terhadap konsut sebesar tidak lebih dari satu persen menuju ke arah saluran pembuangan. Tujuannya adalah agar air yang tidak dapat segera masuk ke dalam tanah disalurkan dengan kecepatan yang rendah ke luar lapangan.

b. Parit pengelak
Parit bergelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng dengan kemiringanyang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami rumput.
c. Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:
1. Teras bangku atau teras tangga
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah:
• memperlambat aliran permukaan;
• menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak;
• meningkatkan laju infiltrasi; dan
• mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani.


Gambar 8. Sketsa empat tipe teras bangku

Teras bangku miring ke dalam (goler kampak) dibangun pada tanah yang permeabilitasnya rendah, dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi bidang olah dan tidak mengalir ke luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke luar diterapkan di areal di mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara bersamaan, misalnya di areal rawan longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya relatif lebih mahal dibandingkan dengan teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar, karena memerlukan lebih banyak penggalian bidang olah.
Efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman murbei sebagai tanaman penguat teras banyak ditanam di daerah pengembangan ulat sutra. Teras bangku adakalanya dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang berbatu. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku adalah:
• Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan pada lahan dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit.
• Tidak cocok pada tanah dangkal (<40>)
• Tidak cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin pertanian.
• Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi tinggi.
• Tidak dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah longsor.

2. Teras gulud
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah.

Gambar 9 Sketsa penampang samping teras gulud.

Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai penguat teras bangku juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud. Sebagai kompensasi dari kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan sebagainya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud:
• Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga pada lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif.
• Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang dengan kecepatan rendah.

3. Teras individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa dibangun di areal perkebunan atau pertanaman buah-buahan.

Gambar 10. Sketsa teras individu pada areal pertanaman tahunan.

4. Teras kebun
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak tanam.Pembuatan teras bertujuan untuk:
• meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah,
• memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.


Gambar 11. Teras kebun.
d. Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan (Gambar 5). Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.
Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar antara? 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.
Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang baru.

Gambar 5. Rorak dengan teras gulud
KESIMPULAN

• DAS Cimanuk merupakan salah satu DAS di Indonesia yang memiliki potensi lahan kritis yang besar yakni mencapai 131.384 hektar atau sekitar 36,6% dari luas DAS
• Lahan kritis khususnya yang berada di kawasan hulu DAS disebabkan oleh banyak hal yang antara lain adalah perambahan hutan, penambangan liar dan kegiatan pertanian ataupun perkebunan yang tidak berwawasan konservasi.
• Tindakan utama untuk menyelamatkan DAS Cimanuk ada dua, yaitu secara mekanis meliputi pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur seperti pembuatan teras, gulud, rorak dan vegetative meliputi penanaman dalam strip (strip cropping), pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan, pergiliran tanaman, tanaman penutup tanah, sistem pertanian hutan.





DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.2010.http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologipengendalian-banjir/. Diakses tanggal 21 September 2010
Karim, Iim Abdul. 2010. Alternatif Pengganti Kegiatan Ekonomi Dalam Pengelolaan Lahan di Hulu Das Cimanuk Kabupaten Garut. http://eprints.undip.ac.id/12062/1/2005MTS3750.pdf. diakses tanggal 22 September 2010.
Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB (IPB Press), Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar