LATAR BELAKANG TERJADI BENCANA LONGSOR
Di banyak negara di dunia yang daerahnya bergunung-gunung maupun berbukit-bukit seperti Indonesia, Jepang, dan negara lainnya, longsoran sering terjadi, dan merupakan problem serius yang harus ditangani. Di indonesia sendiri banyak sekali daerah yang mengalami longsoran, terutama saat musim hujan. Salah satunya adalah longsor yang terjadi di Desa Mogol, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah pada dinihari 25 Desember 2007 yang menelan korban sebanyak 34 nyawa, serta menghancurkan tempat tinggal warga.
Gambar 1.Longsor di dusun Mogol menelan korban jiwa 34 orang
Gambar 2.Longsor di perbatasan dusun Mogol, tidak ada korban
Gerakan massa tanah atau juga yang disebut dengan tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bencana alam yang paling sering melanda daerah perbukitan di daerah tropik basah. Kerusakan yang ditimbulkan gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana alam gerakan massa tersebut cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia.
Penyebab Longsor
Beberapa penyebab yang mungkin untuk bencana longsor di Tawangmangu ini adalah curah hujan yang tinggi, kondisi hidrologi, perubahan penggunaan lahan, dan kemiringan lereng.
Longsor terjadi pada saat curah hujan yang tinggi. Pada musim kering longsor tidak terjadi sedangkan pada saat hujan longsor terjadi. Oleh karena itu curah hujan mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya longsor. Berdasarkan informasi diketahui bahwa pada saat yang bersamaan beberapa daerah dilanda banjir termasuk kota Solo. Di kota Solo ini banjir besar seperti ini terjadi terakhir pada tahun 1966. Dengan demikian curah hujan merupakan faktor penting dalam terjadinya longsor.
Kondisi hidrologi menunjukkan bahwa daerah ini subur akan air. Di saat musim kemaraupun debit air di sungai-sungai tetap besar sehingga secar umum kondisi hidrologinya tidak ada perbedaan yang besar.
Kelerengan yang sangat curam dengan kemiringan lebih dari 40 % yang mengakibatkan tanah rentan terhadap longsor. Keadaan ini diperparah dengan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya, yang umumnya masyarakat membudidayakan tanaman palawija di daerah yang seharusnya berfungsi lindung dengan kelerengan >40%.
Gambar 3. Kondisi Lokasi Kejadian Longsor
Mekanisme Terjadinya Bencana Tanah Longsor
Jenis gerakan tanah adalah longsoran bahan rombakan berasal dari salah satu tebing yang ada di desa Mogol. Material longsoran didominasi oleh endapan material tanah, pasir dan bongkah batuan bercampur dengan air dari sungai yang ada di tepi tebing serta pepohonan yang tumbang, kemudian bergerak dengan cepat sejauh kurang lebih 150 m melalui lembahnya menimpa rumah penduduk yang ada di bawahnya. Lebar total aliran bahan rombakan yang berasal dari longsoran-longsoran tebing mencapai 250 meter dengan arah umum longsoran N 240° E.
Gambar 4. menunjukkan ilustrasi terjadinya longsor di Desa Mogol.
Gambar 5. Gerakan tanah di Mogol, Ledoksari, Tawangmangu, korban tewas
sebanyak 34 orang tertimbun material longsoran
KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN KAWASAN BENCANA LONGSOR
Lokasi Daerah Bencana
Bencana tanah longsor terjadi pada hari Rabu, 26 Desember 2007 sekitar jam 3.00 WIB melanda sekitar 12 rumah di Dusun Mogol, Desa Ledoksari, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya pada koordinat 111° 07' 24,9" BT dan 07° 40' 36,8" LS. Dari jalan utama Karanganyar - Tawangmangu menuju lokasi bencana berjarak kurang lebih 2 km, meskipun terbuat dari aspal, jalan itu berupa tanjakan dan turunan dengan kemiringan (60 – 70)°. Berdasarkan data lapangan, bencana alam tanah longsor terjadi di 14 kecamatan di Kab. Karanganyar 26 Desember 2007 menelan korban jiwa 62 orang meninggal. Dari jumlah tersebut tiga diantaranya hingga laporan ini dibuat belum ditemukan. sedangkan rumah yang hancur dan rusak berat 325. Korban terbesar di Desa Ledoksari yang meninggal dunia 34 jiwa.
Morfologi
Morfologi regional dipengaruhi oleh Gunung Lawu, yang termasuk dalam jalur Gunung api Kuarter yang masih aktif. Perbukitan di utara sungai Tirtomoyo merupakan perbukitan lipatan berarah timurlaut-baratdaya. Beberapa tonjolan morfologi dibentuk oleh batuan terobosan. Secara morfogenesis perbukitan di sekitar wilayah ini dipengaruhi oleh struktur (lipatan dan sesar) dan sifat litologinya.
Morfologi daerah bencana berada pada ketinggian antara (700 – 1000 m) di atas permukaan laut, merupakan perbukitan berelief terjal sampai sangat terjal, kemiringan antara (30 - >60)° berarah relatif barat - timur dengan puncak tertinggi adalah Gunung Lawu (3265 m) Pada daerah perbukitan kemiringan terjal hingga curam antara kemiringan 30° - > 60°, merupakan bagian timur-barat daya perbukitan gunung Lawu. Dijumpai sungai-sungai kecil di daerah survey dan mengalir menuju Sungai Suwaluh dan Sungai Gembong. Sungai-Sungai ini mengalir ke arah barat dan selanjutnya mengalir ke Bengawan Solo.
Gambar 6. Kondisi morfologi dan jalan yang menghubungkan lokasi bencana dengan jalan utama
Tata Guna Lahan dan Keairan
Lahan daerah bencana bermorfologi terjal berupa hutan sekunder milik Perhutani dan kebun campuran berupa tanaman hias serta jagung, sedangkan bagian lembahnya umumnya berupa kebun campuran dan pemukiman. Ketersediaan air cukup memadai, hal ini ditunjukkan oleh adanya beberapa sungai yang mengalir di sekitar daerah bencana dengan volume air cukup banyak pada musim hujan dan pada musim kemarau (informasi penduduk setempat).
Tabel 1. Data Curah Hujan di Sekitar Lokasi Banjir dan Longsor Tanggal 22-28 Desember 2007(Dalam Milimeter)
No Lokasi(Kab/Kec) Tanggal Jumlah Rata-Rata
22 23 24 25 26 27 28
1 Waduk Nawangan 16.0 16.0 11.0 147.0 54.0 4.0 28.0 276.0 39.0
2 Tawang Mangu 0.0 0.0 8.0 194.0 1.0 56.0 44.0 303.0 43.3
3 Wonogiri 48.0 1.0 1.0 164.0 6.0 31.0 41.0 292.0 41.0
4 Palur 1.0 0.0 1.0 102.0 2.0 95.0 37.0 238.0 34.0
5 Pabelan 0.0 0.0 2.0 133.0 5.0 111.0 25.0 276.0 39.4
6 Slahung 7.0 0.0 0.0 95.0 25.0 0.0 12.0 139.0 19.9
7 Ponorogo 7.0 0.0 2.0 263.0 10.0 0.0 0.0 282.0 40.3
8 Jiwan 17.0 0.0 6.0 120.0 3.0 61.0 12.0 219.0 31.3
9 Magetan 0.0 2.0 0.0 119.0 11.0 59.0 8.0 199.0 28.4
10 Ngebel Ponorogo 10.0 0.0 1.0 162.0 15.0 11.0 0.0 199.0 28.4
11 Sooka 1.0 0.0 3.0 136.0 20.0 3.0 7.0 170.0 24.3
12 Ngambe 16.0 0.0 0.0 17.0 0.0 32.0 23.0 88.0 12.6
13 Baturetno - - - 163.0 - - - 163.0 -
14 Batuwarno - - - 132.0 - - - 132.0 -
15 Tegal Ombo - - - 211.0 - - - 211.0 -
16 Bandar Pacitsn - - - 231.0 - - - 231.0 -
17 Nawangan Pacitan - - - 105.0 - - - 105.0 -
18 Arjosari - - - 112.0 - - - 112.0 -
19 Sidoharjo 0.0 0.0 - 217.5 - - - 217.5 -
20 Giritontro 8.0 0.0 0.0 154.0 - - - 162.5
Sumber : Stasiun Klimatologi Semarang dan Balai Sungai Surakarta.
Keterangan :
Hujan ringan dengan intensitas 5-20 mm/ hari;
Hujan sedang dengan intensitas 20-50 mm/ hari;
Hujan lebat dengan intensitas 50-100 mm/ hari;
Hujan sangat lebat dengan intensitas > 100 mm/ hari.
Kondisi Batuan Dasar
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Ponorogo skala 1 : 100.000, batuan dasar daerah bencana dan sekitarnya merupakan bagian dari lahar Lawu, lava Sidoramping dan batuan Gunungapi Lawu. Lahar Lawu terdiri dari komponen andesit, basal, dan sedikit batuapung beragam ukuran dan bercampur dengan pasir gunungapi. Lava Sidoramping bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritk; terdiri dari plagioklas, kuarsa dan felspar. Batuan Gunungapi Lawu terutama terdiri dari tuf dan breksi vulkanik bersisispan dengan lava. Tuf berbutir kasar hingga sangat kasa, mengandung kepingan andesit, batuapung, kuarsa, felspar. Sebagian felsparnya lapuk menjadi lempung dan klorit. Tanah pelapukan di lokasi bencana berupa lempung pasiran, coklat, sarang, permeabilitas tinggi, plastisitas sedang, berkerikil dengan tebal lebih dari 3,0 meter. Selain itu dijumpai boulder-boulder (bongkah batuan) ukuran kecil sampai besar sebagai hasil pelapukan breksi vulkanik. Jika diamati lebih terperinci, longsor terjadi pada tanah pelapukan yang tidak mengandung boulder (bongkah).
Permasalahan
Konversi lahan di lereng Gunung Lawu menjadi salah satu penyebab rusaknya struktur tanah, sehingga membuat sejumlah kawasan dilanda bencana tanah longsor. Banyak sekali dijumpai penambangan galian C yang secara sembarang mengambil material tanah tanpa memperhatikan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Selain adanya aktivitas penambangan galian C, warga di sekitar kawasan bencana sangat menggantungkan hidup mereka pada kegiatan pertanian khususnya budidaya tanaman sayuran dan tanaman hias.
Semua kawasan perbukitan di kawasan tersebut hampir didominasi tanaman seperti jagung, wortel, kentang, dan jenis tanaman sayur lainnya yang rata-rata memiliki jangkauan akar pendek. Selain tanaman sayuran, masyarakat juga membudidayakan tanaman hias anthurium, bahkan hal ini menjadi profesi utama bagi warga. Saat itu kawasan Karanganyar dikenal sebagai sentra budidaya anthurium. Hanya sedikit sekali jumlah pohon berakar kuat yang djumpai di bukit-bukit yang ada di kawasan tersebut, sehingga tidak ada yang menahan tanah menahan pergerakan tanah manakala curah hujan tinggi. Air tak bisa diserap tanah, sedang tanah di permukaan yang gembur mudah larut bersama derasnya air.
Selain permasalahan diatas, yang perlu diperhatikan adalah kawasan pemukiman warga yang rata-rata berada di kawasan rawan longsor menyebabkan banyaknya korban, baik harta benda maupun nyawa.
STRATEGI MANAGEMEN KAWASAN TAWANGMANGU DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN LONGSOR
Tanah longsor bisa terjadi apabila suatu kawasan pegunungan/perbukitan yang memiliki kelerengan sedang-sampai terjal tidak mempunyai suatu penahan gaya geser tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu managemen agar tanah yang ada di kawasan atas lereng bisa ditahan agar tidak sampai jatuh atau runtuh ke kawasan di bawahnya.
Perbaikan stabilitas lereng
Perbaikan stabilitas lereng umumnya dilakukan untuk mengurangi gaya-gaya yang menggerakkan, menambah tahanan geser tanah ataupun keduanya. Macam-macam metode perbaikan lereng antara lain:
a. Merubah geometri lereng
Mengubah geometri lereng dapat dilakukan dengan cara pemotongan dan penimbunan pada ujung kaki. Metoda penanggulangan ini mempunyai prinsip mengurangi gaya dorong dari massa tanah yang longsor dan menambah gaya penahan dengan cara penimbunan pada ujung kaki lereng, sehingga faktor keamanan lereng dapat bertambah. Geometri yang diubah pada lereng adalah bekas longsoran yang ditimbulkan. Maka perlu dilakukan penimbunan tanah pada daerah bekas longsoran tersebut.
Gambar 7. Penimbunan pada kaki lereng
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan metode perbaikan lereng dengan cara merubah geometri, antara lain:
• Besarnya biaya untuk pembuatan jalan kerja, karena umunya lereng digali dari arah atas menuju ke bawah
• Batasan pembebasan tanah
• Topografi lokasi
• Pengangkutan dan pembuangan hasil galian
• Ketersediaan material dari area pengambilan bahan timbunan
• Ketersediaan alat dan personil yang ahli dibidang longsor
b. Mengendalikan Aliran Air Permukaan
Air merupakan salah satu faktor penyumbang ketidakmantapan lereng, karena akan meninggikan tekanan air pori. Pengendalian air ini dapat dilakukan dengan cara sistem pengaturan drainase lereng baik dengan drainase permukaan maupun bawah permukaan. Pemilihan metode ini cocok digunakan dalam upaya pencegahan tetapi jika pada sebelumnya telah terjadi gerakantanah maka diperlukan beberapa metode penanggulangan sebagai pendukung.
c. Mengendalikan air rembesan dari saluran sekunder
Maksud dari mengendalikan air rembesan (drainase bawah permukaan) adalah untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran. Dalam memilih cara yang tepat perlu dipertimbangkan jenis dan letak muka air tanah.
Usaha mengeringkan dan atau menurunkan air tanah dalam lereng dengan mengendalikan air rembesan, umumnya cukup sulit dan memerlukan penyelidikan yang ekstensif. Apabila air rembesan berhasil dikendalikan maka angka air pori tanah akan turun secara drastis. Hal itu akan berakibat pada kenaikan nilai faktor aman pada lereng tanah.
Gambar 8. Proses penurunan muka air dalam lereng
Salah satu metoda yang bisa digunakan untuk kasus ini adalah horizontal drain, dimana ditempatkan di bawah muka air tanah atau prediksi muka air tanah yang akan mengalami penurunan. Horizontal drain berfungsi untuk mengalirkan air pori berlebih di dalam tanah atau mengalirkan air rembesan yang berasal dari permukaan tanah. Air tersebut kemudian dibuang menuju tepian lereng
Gambar 9. Penempatan lapisan drainase di bawah timbunan
d. Merancang dinding penahan tanah
Penambatan merupakan cara penanggulangan yang bersifat mengikat atau menahan massa tanah yang bergerak, sedangkan tindakan lain dilakukan bila penanggulangan dengan cara mengubah geometri lereng, mengendalikan air dan penambatan tidak dapat diterapkan.
Penambatan tanah umumnya dilakukan dengan bangunan penahan yang berfungsi sebagai penahan terhadap massa tanah yang bergerak, sehingga meningkatkan tahanan geser.
Bangunan penahan yang cocok dipakai untuk kasus ini adalah tembok penahan. Karena karakteristik tanah yang lempung jenuh mengakibatkan besar beban tanah yang sedemikian besar. Apabila hanya ditunjang turap maka akan berpotensi terguling. Ditambah lagi kedalaman tanah kerasnya sekitar 4 m.
Tembok penahan merupakan bangunan penambat tanah dari pasangan batu, beton atau beton bertulang. Tipe tembok penahan terdiri dari dinding gaya berat (gravity wall), semi gaya berat (semi gravity wall) dan dinding pertebalan (counterfort wall). Sama halnya dengan bronjong keberhasilannya tergantung dari kemampuan menahan geseran, tetapi perlu pula ditinjau stabilitas terhadap guling.
Tembok penahan ini disamping digunakan untuk menahan gerakan tanah digunakan juga untuk melindungi bangunan dari runtuhan. Tembok penahan harus diberi fasilitas drainase seperti lubang penetes (weep hole) dan pipa salir yang diberi bahan penyaring (filter) supaya tidak tersumbat, sehingga tidak menimbulkan tekanan hidrostatis yang besar.
Gambar 10. Penambahan tembok penahan
e. Perlindungan permukaan lereng
Tujuan dari perlindungan permukaan lereng adalah untuk mencegah infiltrasi oleh air hujan, sehingga lereng dapat dipelihara dalam kondisi kering atau kering sebagian. Perlindungan lereng yang paling baik arsitekturnya adalah dengan metode pasang batu (masonry). Dalam perancangan, cara-cara perlindungan permukaan lerengtidak dimaksudkan untuk menambah gaya-gaya penahan lereng, seperti dinding penahan. Karena metode ini hanya membuat permukaan lereng menjadi semi kedap air, maka beberapa pertimbangan harus diperhatikan, misalnya drainase lereng.
Pada metoda pasang batu (masonry), keawetan batu harus dipertimbangkan terhadap potensi pelapukannya. Beberapa blok pasangan batu rentan terhadap perubahan cuaca dan kehilangan kekuatan seiring dengan berjalannya waktu.
Pemilihan perlindungan lereng permukaan bergantung pada biaya yang tersedia untuk pekerjaan tersebut. Pasangan waktu dalam hal kekuatan, keawetan, dan estetikanya sangat baik, namun biayanya mungkin mahal, terutama bila material batuan tidak dapat diperoleh di lokasi proyek.
Penanaman tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan mempengaruhi stabilitas lereng. Peran tumbuhan dalam kestabilan lereng bergantung pada tipe tumbuh-tumbuhan dan tipe proses degradasi lereng. Terkait dengan kestabilan massa tanah, akar tumbuh-tumbuhan memperkuat lereng dan air yang diserap oleh akar akan mengurangi kelembaban tanah sehingga juga memperkuat lereng. Pembongkaran atau menghilangkan tumbuh-tumbuhan dapat berakibat menambah kecepatan erosi, sehingga membahayakan stabilitas lereng terutama bila erosi terjadi di kaki lereng.
Tumbuhan kayu-kayuan memperbaiki stabilitas massa tanah dangkal terutama dari kenaikan kuat geser tanah melalui perkuatan akar oleh pengaruh pertahanan oleh akar-akar pohon. Tumbuh-tumbuhan merubah rezim hdrologi dengan memotong tetesan air hujan oleh dedaunan dan pengurangan kelembaban air oleh akar. Tahanan yang paling efektif adalah apabila akar-akar menembus tanah sampai ujungnya menembus retakan atau rekahan batuan dasar taupun apabila akar-akar menembus tanah residual, atau zona transisi yang kepadatan dan kuat gesernya bertambah dengan kedalamannya.
a. Pengaruh menguntungkan tumbuh-tumbuhan
Keuntungan utama tumbuh-tumbuhan kayu terhadap stabilitas lereng adalah:
• Akar secara mekanis memperkuat tanah, melalui tranfer tegangan geser dalam tanah, menjadi tahanan tarik dalam akar
• Evapotranspirasi dan tahanan air dari daun-daunan membatasi tekanan air pori positif dalam tanah
• Batang pohon yang tertanam dalam tanah mencengkeram tanah dan bekerja sebagai penahan gerakan lereng ke bawah
• Berat tumbuh-tumbuhan dalam beberapa hal dapat menambah stabilitas lereng, karena menambah tegangan kekang (tegangan normal) pada bidang longsor
b. Pengaruh merugikan tumbuh-tumbuhan
Pengaruh merugikan dari tanaman kayu terkait dengan bertambahnya beban luar dan bahaya penggulingan atau akar tercaput ketika angin topan. Pohon yang tertiup angin merupakan beban dinamis yang mengganggu kestabilan lereng.
Jika akar tercabut maka kestabilan lereng dapat terganggu. Derajat ketergangguan bergantung pada posisi pohon terhadap bidang longsor potensialnya. Masalah ini menjadi penting apabila pohon-pohon besar tumbuh di bendungan kecil, tanggul, maupun tebing sungai. Terkait dengan beban luar, lereng tanggul umumnya cukup dangkal sehingga komponen berat sendiri bekerja tegak lurus terhadap bidang longsor potensial. Masalah beban yang timbul akibat pohon-pohon yang tertiup angi dapat dihilangkan dengan pemilihan jenis pohon yang cocok. Menanam tumbuhan kecil dengan akar dalam akan menghindarkan masalah hembusan angin.
c. Pemilihan jenis tanaman
Tumbuh-tumbuhan harus dipilih sesuai dengan tujuan stabilitasi serta harus cocok dengan kondisi tanah dan lokasinya. Kedua hal ini meliputi pertimbangan-pertimbangan antara lain: jenis tanah, ketersediaan air, status nutrisi, pH tanah, iklim, dan lain-lain. Selain itu kecocokan penanaman dalam tinjauan perbaikan stabilitas lereng masih harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti kedalaman bidang longsor potensial, letak pohon, kemiringan lereng, dan lain-lain.
Tumbuh-tumbuhan kayu-kayuan umumnya mempunyai akar yang kuat dan dalam dibandingkan dengan rumput, berpengaruh besar terhadap penguatan tanah dan aksi penahan gerakan. Dengan demikian, tanaman kayu paling cocok untuk stabilitas.
Rerumputan tumbuh di dekat permukaan tanah sehingga memberikan penutup tanah yang erat dan padat serta paling cocok apabila digunakan sebagai pencegah erosi dangkal dan penahan hantaman air hujan.
Sementara itu, semak belukar lebih fleksibel dan mempunyai biomass yang kecil dan tidak menyebabkan tambahan beban yang berarti di permukaan lereng sehingga semak-semak cocok untuk perlindungan lereng tebing sungai dan tanggul.
Di indonesia terdapat beberapa jenis tanaman yang cocok dengan lingkungannya, diantaranya:
• Jenis-jenis pohon berakar tunggang yang menembus secara dalam dengan akar yang bercabang banyak, dapat dilihat pada tabel 2
• Jenis-jenis pohon yang mempunyai akar tunggang yang dalan dengan sedikit cabang, dapat dilihat pada tabel 3
• Jenis-jenis pohon yang hidup dengan baik di daerah yang mengandung air dan tahan pangkas, dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 2. Jenis-jenis pohon berakar tunggang yang menembus secara dalam dengan akar yang bercabang banyak
Jenis tumbuh-tumbuhan Cocok pada ketinggian (dpl)
Kemiri
Mindi
Bungur
Lamtoro merah
Lamtoro + 1000 m
+ 1000 m
+ 300 m
+ 300 m
+ 500 m
Tabel 3. Jenis-jenis pohon yang mempunyai akar tunggang yang dalan dengan sedikit cabang
Jenis tumbuh-tumbuhan Cocok pada ketinggian (dpl)
Asam
Kupu-kupu/tayuman
Mahoni daun lebar
Jati
Kesambi
Sonokeling + 1000 m
+ 1000 m
+ 700 m
+ 500 m
+ 700 m
+ 700 m
Tabel 4. Jenis-jenis pohon yang hidup dengan baik di daerah yang mengandung air dan tahan pangkas
Jenis tumbuh-tumbuhan Cocok pada ketinggian (dpl)
Waru gunung
Sengon
Nangka
Bambu
Sukun
Durian
Setaria sp (rumput pakan ternak) + 1000 m
+ 1000 m
+ 1000 m
+ 1100 m
+ 700 m
+ 700 m
+ 1000 m
Jenis-jenis tanaman diatas dapat digunakan sebagai rekomendasi guna memanfaatkan lahan yang ada di area lereng, karena selain menopang fungsi ekologis dengan menjaga kestabilan lereng, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari hasil tanaman tersebut.
d. Strategi penempatan vegetasi
Gangguan stabilitas lereng seringkali disebabkan oleh lemahnya zona di sekitar kaki lereng, terutama oleh kenaikan kadar air. Kaki lereng seringkali merupakan tempat dimana aliran air tanah menuju bagian ini sehingga merupakan area yang lebih dahulu menjadi jenuh air yang kadang-kadang nampak sebagai mata air.
Pengaruh dari hal ini adalah pelunakan kaki lereng yang tanahnya bertekstur lempung. Selain itu, apabila bagian kaki lereng berada di tebing sungai atau saluran, kenaikan muka air sungai akan memicu ketidak stabilan lereng.karena itu apabila lapisan tanah keras atau batuan dasar relatif dangkal maka tumbuhan kayu dapat berfungsi sebagai penguatan kaki lereng sangat berguna untuk stabilisasi bagian kaki lereng.
Beberapa strategi penempatan penanaman tanaman pohon-pohonan dapat dilakukan untuk memaksimalkan fungsi tanaman pada lereng dan meminimalisir masalah yang akan timbul. Tumbuh-tumbuhan ditanam menurut tinggi dan bentuk atau kerapatan lereng dan mahkota daun-daunan. Tanaman semak sebaiknya ditanam di dekat puncak lereng, sedangkan pohon-pohon yang lebih besar ditempatkan di dasar lereng. Prosedur sederhana ini akan memperbaiki pandangan dari atas, menghilangkan beban pada puncak lereng dan memberikan tahanan maksimum serta penguatan maksimal pada kaki lereng.
e. Tebang-pangkas
Cara pendekatan untuk megurangi pengaruh merugikan pada stabilitas lereng adalah dengan cara tebang pangkas. Tebang-pangkas adalah metode penebangan dan pemangkasan pohon yang dapat menghasilkan tumbuhnya pohon-pohon baru dari tonggak yang lama. Cara ini mengurangi pengaruh merugikan pada lereng, yaitu mengurangi beban dan pengaruh tiupan angin.
Relokasi
Dalam beberapa hal, penyelesaian masalah longsoran dilakukan dengan relokasi bangunan yang terancam longsor misalnya pemindahan jalan raya, maupun zona yang akan terkena longsoran tersebut seperti perumahan, jalan, saluran air, dan sebagainya.
Penanganan Tanah Longsor di Pedesaan
Di daerah bencana longsor, pada umumnya untuk melakukan perbaikan secara teknis akan terbentur biaya, serta dari segi ekonomi sangat tidak menguntungkan. Padahal dalam jangka panjang, metode-metode di atas bisa meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh bencana longsor. Cara perbaikan yang murah tentu saja masih mempunyai resiko kelongsoran, mengingat cara penanganan yang tidak sempurna. Oleh karena itu pencegahan lebih ditujukan untuk mengurangi bahaya longsoran.
Ketika tanah telah bergerak, bidang gelincir atau bidang longsor merupakan zona tanah dengan ketebalan tertentu. Pada bidang ini rongga pori tanah menjadi lebih besar dari kondisi sebelum terjadi gerakan tanah. Tanah-tanah pada lereng yang mengandung banyak partikel berbutir halus, seperti tanah lempung, maka sebelum tanah runtuh pada permukaan tanah akan tampak retak-retak. Kondisi ini mengindikasikan telah terjadi gerakan tanah dan mungkin keseimbangan kritis antara gaya geser yang timbul akibat beban tanah yang akan longsor dengan tahanan geser tanah pada bidang gelincir telah terjadi.
Saat hujan turun, air hujan yang menggenang di permukaan atau yang berinfiltrasi ke dalam tanah akan menambah beban yang harus didukung lereng. Selain itu apabila tanah telah retak dan retakan tetap dibiarkan terbuka kemudian terisi oleh air hujan akan semakin menambah potensi longsornya tanah. Karena selain menambah licin bidang geser atau mengurangi tahanan geser, air hujan akan menggenangi retakan sehingga menimbulkan gaya tambahan yang cenderung melongsorkan lereng.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kelongsoran, terutama untuk mengurangi air yang berinfiltrasi ke dalam tanah antara lain:
• Apabila terjadi keretakan pada lereng terutama sehabis terjadi hujan, maka retakan tersebut harus segera ditutup dengan tanah yang kedap air agar air hujan seminimum mungkin masuk ke dalam retakan
• Mengurangi tebal tanah atau kemiringan lereng yang rawan longsor
• Menanami lereng dengan tanaman yang akarnya dapat menembus lapisan batuan dasar.
• Membuat saluran drainase yang fungsinya mempercepat air mengalir menyusuri lereng sehingga mengurangi infiltrasi air hujan ke dalam tanah.
Selain cara-cara untuk mencegah maupun menanggulangi bencana longsor seperti di atas, perlu adanya peran serta pemerintah sebagai pengayom masyarakat. Dalam pengembangan wilayah (tata ruang) perlu memasukan parameter daerah rawan bencana alam (termasuk rawan tanah longsor) sebagai faktor pembatas, sehingga korban akibat bencana dapat ditekan hingga sekecil mungkin atau ditiadakan.
• Melokalisir wilayah-wilayah rawan longsor untuk tingat kecamatan dengan skala yang lebih detail (skala 1 : 25.000 atau 1 : 10.000).
• Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai daerah-daerah rawan gerakan tanah/tanah longsor sehingga masyarakat yang ada di daerah tersebut selalu waspada.
• Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak pemanfaatan lahan yang tidak tepat, seperti pembukaan sawah pada lereng yang terjal, penggundulan hutan dapat memicu terjadinya gerakan tanah/tanah longsor.
• Melakukan pemantauan terhadap gerakan tanah yang aktif terutama pada daerah yang dilalui jalur vital secara ekonomi dan jasa dan daerah padat penduduk, guna mengetahui ancaman bahaya gerakan tanah secara dini.
• Menghutankan kembali lahan kritis (gundul), dengan tanaman keras/pohon berakar kuat dan dalam yang akan dapat mengikat dan memperkuat kohesi tanah.
• Pada daerah longsor yang masih aktif, perlu dibuat bangunan penambat (tiang, bronjong, tembok penahan dll.), jika tingkat ancaman bahaya semakin menghawatirkan, dilakukan pemindahan penduduk.
KESIMPULAN
Bencana longsor di Dusun Mogol, Desa Ledoksari, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah adalah akibat dari pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat, dimana pada lereng dengan kemiringan 40-500 ditanami oleh tanaman yang mempunyai jangkauan akar pendek seperti jagung, sayuran, serta tanaman anthurium. Keadaan ini membuat tidak ada yang menahan laju gerakan tanah, terutama saat curah hujan tinggi, sehingga air hujan langsung menghantam tanah dan mendorong pergerakan tanah menuju kawasan di bawahnya.
Penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti perbaikan stabilitas lereng dengan cara mengubah geometri lereng, pembangunan struktur untuk stabilitasi, serta melakukan perlindungan permukaan lereng. Cara-cara seperti ini memang membutuhkan biaya yang besar, dan dipandang sebagai cara yang tidak ekonomis namun sangat efektif untuk menahan tanah longsor dalam jangka waktu yang lama
Penanaman vegetasi menjadi alternatif lain dalam perbaikan stabilitas lereng, namun dalam prakteknya harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan seperti jenis tanaman, jangkauan akar tanaman, serta strategi penempatan tanaman, karena selain memberikan perlindungan pada lereng, vegetasi juga dapat menjadi beban yang malah menganggu stabilitas lereng.
Di Indonesia sendiri, penggunaan cara-cara mekanis belum bisa dilakukan sepenuhnya karena akan terbentu masalah biaya serta dari segi ekonomi sangat tidak menguntungkan. Padahal dalam jangka panjang, metode-metode di atas bisa meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh bencana longsor. Cara perbaikan yang murah tentu saja masih mempunyai resiko kelongsoran, mengingat cara penanganan yang tidak sempurna. Oleh karena itu pencegahan lebih ditujukan untuk mengurangi bahaya longsoran. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan adalah segera menutup keretakan pada lereng terutama sehabis terjadi hujan, mengurangi tebal tanah atau kemiringan lereng yang rawan longsor, menanami lereng dengan tanaman yang akarnya dapat menembus lapisan batuan dasar, membuat saluran drainase yang fungsinya mempercepat air mengalir menyusuri lereng sehingga mengurangi infiltrasi air hujan ke dalam tanah.
Pemerintah harus berperan aktif dalam penanganan bencana, tidak hanya bertindak apabila bencana sudah terjadi, tetapi juga harus jeli melihat apa-apa saja yang bisa menjadi bencana serta mengambil kebijakan secara tepat agar tidak terjadi korban dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa. 2010. http://www.solopos.com/tag/kelalaian-pemkab. diakses tanggal 29 agustus 2010
Anonymousb. 2010. http://www.tempo.co.id/ diakses tanggal 29 agustus 2010
Anonymousc..2010.http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Publikasi-Stabilitas%20Lereng.pdf. diakses tanggal 29 agustus 2010
Anonymousd.2010.http://id.shvoong.com/exact-sciences/earthsciences/1980537-manajemen-bencana-tanah-longsor/. diakses tanggal 29 agustus 2010
Anonymouse.2010.http://www.detikpertama.com/topik/longsor+dan+banjir+di+karanganyar. diakses tanggal 29 agustus 2010
Hardiyatmoko, Hari C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. UGM Press. Yogyakarta.
Kristijono A., Tejakusuma I.G., Nurjaman D., Prawiradisastra S., Setiabudi A., Santoso E.W, Suryanto M., 2007. Laporan Rapid Assessment Bencana Longsor Di Dusun Mogol, Desa Legoksari, Kecamatan Tawangmangu,Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar